Konsep yang sama tengah dikembangkan oleh tim peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat. Namun, sekelompok ilmuwan itu tidak menciptakan tanaman sebagai bahan peledak, melainkan membuat tanaman yang bisa menghasilkan energi listrik melalui proses augmentasi.
Bukan itu saja, augmentasi buatan ini juga dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk menangkap energi cahaya 30 persen lebih kuat berkat carbon nanotube yang tertanam dalam kloroplas dan organel tanaman saat fotosintesis berlangsung.
Mengutip laman Ubergizmo, Rabu (19/3/2014), jika proyek ini berhasil, ke depannya tanaman dapat memiliki kemampuan menghasilkan energi listrik yang cukup untuk menyalakan lampu di rumah.
Sebelumnya, para peneliti dari University of Georgia (UGA) juga sempat melakukan proyek ini di mana mereka berusaha untuk mencari sumber daya lain yang memungkinkan untuk dimanfaatkan seperti matahari.
Tumbuhan disebut sebagai salah satu sumber daya energi yang berlimpah, di mana proses fotosintesisnya dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan sumber energi listrik. Dalam fotosintesis, tanaman membutuhkan sinar matahari untuk dapat memisahkan atom air menjadi hidrogen dan oksigen yang kemudian turut menghasilkan elektron.
Penemu dan pengembang pembangkit listrik tenaga tanaman di Indonesia
Mahasiswa jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) menemukan pembangkit listrik tenaga tanaman. Temuan ini sebenarnya merupakan pengembangan teori dari kampus di Belanda.
Mahasiswa USU tersebut bernama Arung Buana. Menurutnya tanaman bisa menghasilkan energi yang mampu menyalakan lampu dan bahkan mengisi ulang baterai HP. Hasil penelitiannya pernah dilombakan untuk melawan China, Korean dan Vietnam. Hasilnya, Arung menyabet juara. Sebab pembangkit tenaga listrik sangat ramah lingkungan.
Caranya, kata Arung, energi itu didapat ketika tumbuhan melakukan proses fotosintesis. 70% hasil fotosintesis tidak digunakan oleh tumbuhan dan dibuang melalui akar. Sehingga pada setiap akar tanaman mengandung bakteri mikoriza atau mikroba tanah.
Mikroba bernama mikoriza inilah yang akan mengubah dan mengumpulkan hasil sisa fotosintesis tadi menjadi sebuah energi. "Kemudian anoda (muatan -) dimasukkan ke dalam tanah untuk menarik energi. Lalu katoda (muatan +) pun dimasukkan, agar terjadi gaya tarik menarik," kata Arung.
Kini, tantangan baru yang sedang dilakukan Arung adalah mencari pengganti mikroba bernama mikoriza. Arung membutuhkan bakteri yang lebih untuk mengikat energi dalam akar sehingga akan menghasilkan energi pembangkit listrik lebih besar.
Demikian informasi yang dapat disampaikan, semoga bermanfaat. (TRI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar